Senin, 03 Desember 2007

Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung Harus Mendorong Tegaknya Hukum Bisnis

[Okezone Dotcom] - Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) perlu bergandengan tangan untuk menegakkan hukum sebagai panglima di negara ini. Hal ini penting dikedepankan, agar para hakim perkara yang dinilai melakukan penyimpangan dapat ditindak, sekaligus diberikan sanksi oleh lembaga peradilan tertinggi itu. Pada saat ini, banyak sekali hakim-hakim yang diadukan kepada KY & MA karena dalam memberikan putusan dinilai cenderung memihak kepada pihak tertentu, padahal seharusnya bertindak secara imparsial.

Rupanya, hal ini pula yang diadukan oleh Todung Mulya Lubis, pengacara kondang dari Lubis, Sentosa & Maulana (LSM). Todung berencana mengadukan hakim di PN Negeri Kota Bumi dan PN Gunung Sugih (Lampung) kepada KY & MA karena hakim tersebut cenderung memihak kepada para penggugat. Seperti diketahui, Gunawan Yusuf, bos PT Garuda Panca Artha (GPA) mengadukan pemilik Salim Group terkait dengan penggelapan asset di BPPN, di mana Gunawan Yusuf telah membeli salah satu aset Salim Group melalui BPPN.

Dalam catatan Todung, setidaknya ada beberapa kejanggalan keputusan yang dilakukan oleh hakim di PN tersebut yang sangat kontradiktif. Pertama, dalam putusan itu di satu sisi hakim menyatakan bahwa keluarga Salim telah melanggar ketentuan dalam Master Settlemenet and Acquisition Agreement (MSAA) mengenai aset-aset yang diserahkan harus bersih (free and clear) dari segala utang, namun di sisi lain hakim justru memutuskan bahwa Surat Keterangan Lunas (SKL) yang diberikan pemerintah kepada keluarga Salim tetap sah dan meningkat.

Kedua, hakim di PN Kotabumi dalam putusannya menyaakan bahwa hanya keluarga Salim yang melanggar MSAA sedangkan BPPN yang turut menandatangani MSAA tidak melakukan pelanggaran karena menjalankan kebijakan pemerintah. Padahal, lembaga BPPN lah yang memberikan SKL sebagai wujud kepastian hukum kepada keluarga Salim.

Ketiga, dalam putusannya kedua PN tersebut juga menyatakan perjanjian pembelian saham dan pengalihan utang bersyarat (Conditional Sale Purchase and Loan Transfer/CSPLTA) antara BPPN bersama Holdiko Perkasa dengan PT Garuda Panca Artha (GPA) batal dan tidak berkekuatan hukum. Padahal, CSPLTA merupakan dasar serta alasan hak bagi Gunawan Yusuf - pemilik Garuda - dalam memiliki Sugar Group Companies (SGC). Dengan dibatalkannya CSPLTA maka secara mutatis mutandis, Garuda tidak lagi memiliki alas hak apapun untuk menggugat keluarga Salim maupun tergugat lainnya.

Terus terang, inilah saatnya kita menghentikan keruwetan-keruwetan hukum yang potensial terjadi dalam berbagai kasus hukum bisnis. Oleh sebab itu, kami mendukung sepenuhnya upaya-upaya untuk mengadukan hakim-hakim yang dinilai memihak atau bertindak tidak imparsial kepada lembaga Komisi Yudusial (KY) maupun Mahkamah Agung (MA) dalam kerangka mencari keadilan yang sesungguhnya. Saatnya kita semua, terutama para hakim menegakkan keadilan mulai dari dalam dirinya sendiri.